Selasa, 07 Februari 2012

asas-asas pengembangan kurikulum

ASAS-ASAS PENGEMBANGAN KURIKULUM
Makalah
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Memahami dan menjelaskan landasan-landasan pengembangan kurikulum 
(Agama, Filosofis dan Psikologis)


                                                   Oleh : Agus Nasrullah
Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim
Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya



















Kata Pengantar

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan Berbagai nikmat-Nya kepada kita, Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang telah membawa kita kepada jalan yang di ridhoi-Nya.
Pada makalah ini pemateri akan mencoba untuk membahas atau mengupas hal-hal terkait pembelajaran  pengembangan kurikulum terkhusus tentang landasan-landasan kurikulum berdasarkan agama, filosofis dan psikologis yang mana merupakan salah satu aspek penting dalam pembahasan makalah ini.
Sengaja makalah ini di buat dengan tujuan memudahkan mahasiswa dalam memahami sebuah kurikulum, serta memudahkan dalam mengimplementasikan ilmu tersebut dalam sebuah kehidupan, baik dalam sebuah lembaga sekolah dan lain sebagainya.
Penulis

agus nasrullah







Daftar Isi
  1. Kata Pengantar
  2. Daftar Isi
  3. Pembahasan
A.     Pengertian Kurikulum Berdasarkan Filosofis
B.      Pengertian Kurikulum Berdasarkan Psikologis
C.      Pengertian Kurikulum Berdasarkan Agama
  1. Kesimpulan
  2. Penutup
  3. Daftar Pustaka








Pembahasan

Perkataan “kurikulum” mulai dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lalu, dimana istilah “kurikulum” itu untuk pertama kalinya digunakan dalam bidang olah raga, yaitu suatu alat yang membawa orang dari start sampai ke finish. Baru pada tahun 1955 istilah “kurikulum” digunakan dalam bidang pendidikan, dengan arti sejumlah materi pelajaran dari suatu perguruan.
Menurut Hilda Taba dalam bukunya “Curriculum Development; Theory and Practice”, sebagaimana dikutip oleh Khoiron Rosyadi, kurikulum diartikan sebagai sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh anak didik. Dalam pengertian yang lain, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di sekolah.

Asas atau landasan pengembangan kurikulum dapat di ibaratkan seperti pondasi sebuah bangunan yang mana pondasi tersebut sangat menentukan terhadap kekuatan bangunan itu sendiri, oleh sebab itu sebeblum sebuah gedung di bangun maka yang pertama kali harus dilakukan adalah membangun sebuah pondasi yang kokoh sebab semakin kuat pondasi sebuah gedung maka gedung tersebut akan semakin kokoh juga. Demikian juga dalam hal pengembangan kurikulum, sebab kesalahan dalam menentukan dan menyusun pondasi kurikulum berarti kesalahan dalam menentukan kebijakan dan implementasi pendidikan.

Tiga landasan pengembangan kurikulum:


A.     Pengertian Kurikulum Berdasarkan Filosofis
Filsafat berasal dari kata Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan “Sophia”. Philos, artinya cinta yang mendalam¸dan Sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan.[1]Secara harfiah filosofis (filsagat) berarti “cinta akan kebijaksanaan”[2]. Asas filosofis dalam penyusuna kurikulum berarti bahwa penyusunan kurikulum hendaknya berdasar dan terarah pada falsafat bangsa yang di anut. Filsafat berasal dari bahasa yunani Philoshopis, philo, philos, pholein yang berarti cinta, pecinta, mencintai, sedang shopia berarti kebijaksanaan, wisdom, kearifan, hikmat, hakikat kebenaran[3].Filsafat dapat diartikan sebagai pegangan atau pandangan hidup. Filsafat juga berarti sekumpulan sikap  dan kepercayaan terhadap kehidupan alam yang biasa diterima secara kritis. Atau suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang kita junjung tinggi, usaha untuk mendapatkan gambaran secara keseluruhan, analisa logis dari bahasan, serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Ada pula yang berpendapat bahwa filsafat merupakan sekumpulan problema yang langsung mendapat perhatian dari manusia, dan dicari jawabannya, suatu cara hidup yang konkret, suatu pandangan hidup yang total tentang manusia dan alam, atau merupakan perenungan terhadap hakikat sesuatu secara universal, radikal, dan spekulatif dengan menggunakan kemampuan optimal akal manusia.

Dapat disimpulkan bahwa landasan filsafat merupakan dasar atau pijakan dalam  melihat segala sesuatu dari  sudut bagaimana seharusnya dengan fakta sebagaimana adanya sehingga bisa menjadi bahan masukan bagi manusia untuk membantu memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan.
Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peran penting dalam proses pengembangan kurikulum.

Ada empat fungsi filsafat dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1.      filsafat dapat menentikan arah dan tujuan pendidikan, dengan filsafat sebagai pandangan hidup maka dapat di tentukan mau di bawa kemana siswa yang kita didik tersebut.
2.      filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin di capai.
3.      filsafat dapat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai system nilai dapat di jadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran.
4.      melalui filsafat dapat di tentukan bagaimana menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
Aliran filsafat yang mendasari pengembangan kurikulum , yaitu :
  1. Aliran Perennialisme yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang abadi, universal, dan absolut. Kurikulum dalam pandangan aliran filsafat ini memberi persiapan yang sangat matang bagi kelanjutan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
  2. Aliran Idealisme, yang berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari Tuhan yang diterima melalui wahyu. Filsafat ini biasanya diterapkan pada sekolah-sekolah yang berorientasi religius tapi pendidikan intelektual juga diutamakan dengan menganut standar mutu yang tinggi.
  3. Aliran Realisme mengutamakan pengetahuan esensial, mencari kebenaran di dunia melalui pengamatan dan penelitian ilmiah yang ditemukan melalui hukum-hukum alam. Sekolah yang menganut aliran ini akan mengutamakan pengetahuan yang sudah matang sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistematis dalam berbagai disiplin ilmu/mata pelajaran.
  4. Aliran Pragmatisme, yang berpendapat bahwa kebenaran merupakan buatan manusia berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak karena kebenaran bersifat tentative dan dapat berubah. Pengetahuan hanya bisa diperoleh bukan dari mempelajari mata pelajaran namun karena digunakan secara fungsional dalam memecahkan masalah. Sekolah berada pada garis depan pembangunan dan perubahan masyarakat sehingga perencanaan kurikulum juga melibatkan peran orangtua dan masyarakat untuk memadukan sumber-sumber pendidikan.
  5. Aliran Eksistensialisme, mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan hal terbaik dan dianggap benar, tujuan hidup adalah untuk menyempurnakan diri dan merealisasikan diri.
B.     Pengertian Kurikulum Berdasarkan Psikologi
Psikologi berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata  psychology yang berakar dari dua kata dari bahasa Yunani: psyche (jiwa) dan logos (ilmu). Psychology berarti ilmu yang yang mempelajari tentang kejiwaan dan tingkah laku manusia.
Psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa. Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.

Secara psikologis, anak didik memilik keunikan dan perbedaan-perbedaan beik perbedaan minat, bakat maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya, dengan alas an itulah maka kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak.
Menurut  Sukmadinata (2006: 50)  ”kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan”. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak; baik perilaku kognitif, afektif maupun psikomotor. Interaksi yang tercipta didalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis dari anak didik dan pendidik. Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah. Interaksi antara anak dengan guru pada tingkat sekolah dasar berbeda dengan pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas.

1.      Psikologi perkembangan anak
Pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan anak karena beberapa alas an :
Pertama setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu, pada setiap tahapan itu anak memiliki karakteristik dan tugas-tugas perkembangan tertentu, jika tugas perkembangan tersebut tidak terpenuhi maka ia akan mengalami hambatan pada tahap berikutnya.
Kedua anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan mereka. Pada masa itu anak berada pada masa periode perkembangan yang sangat cepat dalam berbagai aspek perkembangan.
Ketiga pemahaman akan perkembangan anak akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan baik yang menyangkut proses pemberian bantuan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi maupundalammengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan.
Implikasi dari perkembangan peserta didik terhadap pengembangan kurikulum yaitu:
Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya. Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak. Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.

2.      Psikologi belajar
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga rumpun yaitu:
1) Teori Daya (Disiplin Mental).
Menurut teori ini sejak kelahirannya (heredities)anak telah memiliki potensi-potensi atau daya-daya tertentu (Faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir daya mencurahkan pendapat daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. [4]
2) Teori Behavorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori Asosiasi, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement (Operent Conditioning), Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat) Teori Koneksionisme atau teori Asosiasi adalah kehidupan tunduk kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya. Manusia itu merupakan organisme yang pasif. Ia di ibaratkan sebuah kertas putih,  mau di tulis apa di atas kertas tersebut tergantung orang yang menulisnya.[5]

3) Teori Organismik atau Gestalt
Teori ini mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.

C.     Pengertian Kurikulum Berdasarkan Agama
agama sangat penting di berbagai lembaga pendidikan, hal tersebut dapat di lihat Kurikulum dari banyaknya madrasah-madrasah mulai dari tingkat paling rendah sampai ke tingkat perguruan tinggi, dan sebagaimana yang kita ketahui bahwa di setiap lembaga pendidikan sudah tentu ada kurikulum berdasarkan agama baik agama islam maupun agama yang lainnya tergantung kebijakan dari pihak pengelola pendidikan dan lembaga pendidikan itu sendiri. Seperti di pondok pesantren,madrasah atau sekolah-sekolah islam lainnya sudah tentu kurikulum yang di pakai adalah kurikulum islam, jika sekolah itu milik orang Kristen maka kurikulum yang ia gunakan juga ada yang berlandaskan agama Kristen, begitu juga di sekolah-sekolah umun.

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam dapat diartikan sebgai :
1. Kegiatan menghasilkan kurikulum Pendidikan Agama Islam.
2. Proses yang mengkaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang lebih baik.
3. Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum Pendidikan Agama Islam.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal-hal tersebut masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut :
1. Perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran–ajaran agama islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama islam untuk mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Perubahan dari cara berpikir tekstual, normative, dan absolutis kepada cara berpikir historis, empiris dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama islam.
3. Perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran agama islam daripada pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut.
4. Perubahan dari pola pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum Pendidikan Agama Islam kearah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, tujuan pendidikan agama islam dan cara-cara mencapainya.

Fungsi Kurikulum Pendidikan Agama Islam
1. Bagi sekolah / madrasah yang bersangkutan
a. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam yang diinginkan atau dalam istilah KBK disebut standart kompetensi Pendidikan Agama Islam, meliputi fungsi dan tujuan pendidikan nasional, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi tamatan / lulusan, kompetensi bahan kajian Pendidikan Agama Islam, kompetensi mata pelajaran PAI
b. Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama islam di sekolah / madrasah.
2. Bagi sekolah / madrasah atau diatasnya :
Melakukan penyesuaian, menghindari keterulangan sehingga boros waktu, menjaga kesinambungan.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat sebagai pengguna lulusan sehingga sekolah / madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks pengembangan Pendidikan Agama Islam, adanya kerjasama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam.

Tujuan kurikulum berdasarkan agama                            
Pada hakikatnya yang menjadi tujuan pengembangan kurikulum berdasarkan agama adalah  untuk menginternalisasikan nilai-nilai agama sebagai titik sentral tujuan dari proses pembelajaran agama itu sendiri, suatu contoh agama islam, maka  setiap lembaga pendidikan yang belandaskan islam maka nilai-nilai ajaran islam adalah yang menjadi suatu tujuan dalam proses pendidikan.
Kendala pendidikan agama
Adapu yang menjadi kendala dalam pendidikan adalah kurangnya waktu yang di berikan, kurangnya motivasi, minimnya sarana, lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan metode yg lebih variatif serta minimnya peran serta orang tua.

KESIMPULAN
Dari semua pembahasan yang telah di sampaikan, terkait landasan-landasan dalam kurikulum berupa agama, filosofis dan psikologis fungsi dan lain-lainya maka dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa dalam suatu lembaga sangat di perlukan tiga komponen landasan tesebut karena dalam sebuah pendidikan harus mengetahui untuk apa pendidikan tersebut, mau di bawa kemana arah pendidikan tersebut, kemudian terkait karakteristik dari setiap individiu, bakat dan minat serta nilai-nilai yang akan di tanamkan kepada peserta didik


PENUTUP
Demikian makalh ini di buat semoga bermanfaat serta dapat di jadikan sebagai bahan acuan atau refrensi dalam seutu  bidang pendidikan terkhusus pada bidang pengembangan kurikulum.



DAFTAR PUSTAKA
ü  Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana
ü  Sukmadinata, Prof.DR.Nana Syaodih “pengembangan kurikulum” teori dan praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal.39
ü  Dakir, Prof.Drs.H.2004. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum.Jakarta: PT.RINEKA CIPTA. Hal.72
ü  Sanjaya, M.Pd,Prof. Dr. H. Wina,kurikulum dan pembelajaran, Jakarta:Kencana prenada media group

[1] Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana
[2] Sukmadinata, Prof.DR.Nana Syaodih “pengembangan kurikulum” teori dan praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal.39
[3] Dakir, Prof.Drs.H.2004. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum.Jakarta: PT.RINEKA CIPTA. Hal.72
[4] : nurbaitiekasari, Pengembangan Kurikulum, pada Minggu, 29 Mei 2011
[5] Jhon Locke dalam teorinya “tabularasa”  (Sanjaya, M.Pd,Prof. Dr. H. Wina,kurikulum danpembelajaran, Jakarta:Kencana prenada media group)

Munasabah Al-Quran

Makalah
Mata pelajaran Ulumul Quan
“MUNASABAH”
Dosen : Ust. Nur Fuad
Oleh : Agus Nasrullah
Mahasiswa STAI Luqman Al-Hakim Surabaya

Tanggal 10 Mei 2o11



PENDAHULUAN
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah senantiasa terucap dari lisan seorang hamba yang senantiasa bersyukur atas segala apa yang iaterima yang tak lain adalah bentuk curahan cinta dan kasih saying-Nya yang berupa nikmat yang tatkala kita mencoba untuk menghitung nikmat itu sungguh kita tidak akan mungkin mampu menghitunnya
Sholawat dan Salam semoga senantiasa kita sanjungkan kepada suri tauladan kita, seorang manusia biasa yang kemudian Allah berikan amanah untuk menyampaikan wahyunya sehingga ia menjadi manusia unggul dan teruji keunggulannya, yakni Rasulullah Muhammad SAW. Semoga dengan sholawat dan salam tersebut kita mendapat syafaatnya di hari kiamat nanti.
Al-Qur`an adalah kalam Allah (verbum dei) yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab, yang sampai kepada umat manusia dengan cara al-tawaatur (langsung dari Rasul kepada Umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan Nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat islam dalam segala aspeknya. Al-qur`an berada tepat di jantung kepercayaan muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur`an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan muslimin tentunya akan sulit dipahami.
Akan tetapi walau demikian, al-Qur’an bukanlah kitab ilmiah seperti kitab ilmiah yang dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan. Misi al-Qur’an adalah dakwa untuk mengajak manusia menuju jalan yang terbaik. Dan al-Qur’an pun enggan memilah-milah pesan-pesannya, agar timbul kesan bahwa satu pesan lebih penting dari pesan yang lain. Allah swt yang menurunkan al-Qur’an menghendaki agar pesan-pesan-Nya diterima secara utuh dan menyeluruh.Sedangkan tujuan al-Qur’an dengan memilih sistematika yang seakan-akan tanpa keteraturan, adalah untuk mengingatkan manusia bahwa ajaran yang ada di dalam al-Qur’an adalah satu kesatuan yang terpadu yang tidak dapat di pisah-pisahkan. Dan bagi mereka yang tekun mempelajarinya justru akan menemukan keserasian hubungan yang mengagumkan, sehingga kesan yang tadinya terlihat kacau, berubah menjadi kesan yang terangkai indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung dan pangkalnya.
Demikian sedikit pemaparan terkait Al-Quran sehingga harapannya mampu memupuk semangat seorang muslim untuk mempelajari al quran yang berdampak pada sebuah peradaban yang sesuai dengan ajaran islam.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Daftar isi
Ø  Pendahuluan
Ø  Daftar isi
Ø  Kompetensi dasar, hasil belajar dan indicator hasil belajar
Ø  Pembahasan
1.       pengertian munasabah
2.       macam-macam munasabah
3.       eksistensi munasabah
4.       urgensi munasabah
Ø  Kesimpulan dan saran
Ø  penutup
Ø  daftar pustaka


1. Kompetensi dasar
                Menguasai ilmu al quran  merupakan suatu hal yang wajib bagi setiap muslim yang mana salah satu tujuan dari pada mempelajari al quran adalah muslim tersebut mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dalam arti semua aspek hidup dan kehidupannya berdasar pada al quran dan sunnah yang terangkum dalam satu ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW.

2. Hasil belajar
                Adapau hasil belajar yang diharapkan dalam mempelajari ‘ulumul quran adalah Mahasiswa atau muslim tersebut mampu menunjukan minimal lima contoh ayat maupun surat yang berkaitan dengan munasabah, yang tentunya baik mahasiswa maupun muslim pada umumnya mampu memahami al quran secara mendalam yang nantinya berdampak pada kehidupannya.

3. Indicator hasil belajar
                Yang menjadi indicator hasil belajar daripada ‘ulumul qur an ini adalah mahasiswa mampu menjelaskan pengertian munasabah secara baik, jelas dan benar yang kemudian dibarengi dengan menyebutkan macam-macamnya serta menunjukan daripada cirri-ciri munasabah itu sendiri yang mana efek atau dampak dari semua itu adalah mahasiswa mampu menunjukkan manfaat dari munasabah tersebut.

PEMBAHASAN
                Berdasarkan dari pernyataan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas Munasabah dalam al-Qur`an beserta contoh-contohnya yang terdapat di dalam ayat-ayat al-Qur`an yang termasuk salah satu kajian ulumul qur`an.

 Pengertian Munasabah.
Secara etimologis, al-munasabah berarti al musyakalah dan al muqarabah yang berarti “saling menyerupai” dan “saling mendekati”. Secara termilogis, al munasabah berarti adanya keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut bisa berbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan atau keniscayaan adalam pikiran, seperti hubungan sebab dan musabbab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan, munasabah juga dapat dalam bentuk penguatan, penafsiran dan penggantian.

Adapun pengertian munasabah yang dikemukakan oleh para imam yaitu:
 Adapun menurut pengertian terminilogy.
1. Menurut az-zarkasyi, Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
2. Menurut Manna’ Alqaththan, Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surah di dalam al-Qur’an.
3. Menurut Ibnu al-‘Arabi, Munasabah keterikantan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyaisatu kesetuan makna dan keteraturan redaksi.
4. M. Quraisy Shihab memberi pengertian munasabah sebagai kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Qur’an, baik surah maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu ayat dengan yang lainnya.
5. Al-Biqa’i menjelaskan bahwa ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an, baik ayat dengan ayat ataupun surah dengan surah.
Dengan demikian pembahasan munasabah adalah berkisar pada segala macam hubungan yang ada : seperti hubungan umum atau khusus, rasional dan sensual atau imajinatif, kausalitas, ‘illat dan ma’lul, kontradiksi,  antar kalimat, antar ayat, serta antar surah dan sebagainya..

Macam-macam munasabah
1. Munasabah antara surah dengan surah.
2. Munasabah antara nama surah dengan kandunagan isinya.
3. Munasabah antara kalimat dalam satu ayat.
4. Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surah.
5. Munasabah antara ayat dengan isi ayat itu sendiri.
6. Munasabah antara uraian surah dengan akhir uraian surah.
7. Munasabah antara akhir surah dengan awal surah berikutnya.
8. Munasabah antara ayat tentang satu tema.

Dalam upaya memahami lebih jauh tentang aspek-aspek munasabah yang telah diterangkan di atas akan diajukan beberapa contoh di bawah ini.
1. Munasabah Antara Surah Dengan Surah.
Keserasian hubungan atau munasabah antar surah ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surah dengan surah lainnya.

Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing surah, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan surat-surat yang lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya, baik secara umum maupun secara parsial. Salah satu contoh yang dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surah beruntun, masing-masing Q.S al-Fatihah (1), Q.S al-baqarah (2), dan Q.S Al-Imran (3).
Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah al-Fatihah / 1 : 6 disebutkan :
Terjemahnya: “ Tunjukilah kami Jalan yang lurus” [1]
Lalu dijelaskan di dalam surah al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan :
Terjemahnya: “Kitab ( al-Qur’an ) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. ( Q.S Al-Baqarah / 2 : 2 ).

2. Munasabah Antara Nama Surah dengan Kandungan Isinya.
Nama suatu surah pada dasarnya bersifat tawqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya). Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surah terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surah dengan isi atau uraian yang dimuat dalam suatu surah. Kaitan antara nama surah dengan isi ini dapat di indentifikasikan sebagai berikut :

a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surah. Nama surah al-Fatihah disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya.

b. Nama diambil dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang diparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut nama-nama surah : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.

c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-ikhlas karena mengandung ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan ; al-Mulk mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar diberbagai surah. Contoh al-Hajj ( dengan spesifik tema haji ), al-Nisa ( dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga ). Kata Nisa yang berarti kaum wanita adalah lambang keharmonisan rumah tangga.

e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surah, sekaligus untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad dan Qaf.

3. Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat.
Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini memperlihatkan ciri-ciri ta’kid / tasydid ( penguat / penegasan ) dan tafsir / I’tiradh ( interfretasi / penjelasan dan ciri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :
“تفعلوا لم فإن “ , dikuti “تفعلوا ولن” ( Q.S al-Baqarah / 2 : 24 ).
Contoh tafsir :
الأقصى المسجد الى الحرام المسجد من ليلا بعبده اسرى الذى سبحان
Kemudian diikuti dengan
اياتنامن لنريه حوله باركنا ذىلا ( الإسراء / 17 : 1 ).
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘ athaf ‘ dan terkadang tidak ada. Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :
a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah.
Salah satu contoh :
الله ليقولون والأرض السماوات خلق من سألتهم ولئن ( لقمان : 25 ).
b. Munasabah berbentuk istishrad ( penjelasan lebih lanjut ). Contoh :
هى قل الأهلة عن يسألونك ( البقرة / 2 : 189 ).
c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil ( hubungan sebanding ) atau mudhaddah / ta’kis ( hubungan kontradiksi ). Contoh :
والمغرب المشرق قبل وجوهكم تولوا أن البر ليس … ( البقرة / 2 : 177 ) .
4. Munasabah Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surah.
Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surah tersebar sejumlah ayat, namun pada hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat diawal Q.S al-Baqarah 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya surah al-Mu’minun dimulai dengan :
المؤمنون أفلح قد
Terjemahnya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.[2]
Kemudian dibagian akhir surah ini ditemukan kalimat :
لكافرونيفلح ا لانه ا.
Terjemahnya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.
5. Munasabah Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu Sendiri.
Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin ( mengukuhkan isi ayat ), al-Tashdir ( memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya ), al-Tawsyih ( mempertajam relevansi makna ) dan al-Ighal ( tambahan penjelasan ).
Sebagai contoh :
الخالقين احسن الله فتبارك mengukuhkan علقة النطفة خلقنا ثم bahkan mengukuhkan hubungan dengan dua ayat sebelumnya ( al-Mukminun : 12 – 14 ). Kalimat-kalimat : يتفكرون لقوم , يعقلون لقوم , يفقهون لقوم selalu menjadi sandaran isi ayat. Kata “halim” sangat erat hubungannya dengan ‘ibadat, sementara “rasyid” kuat hubungannya dengan al-amwal seperti bunyi ayat Q.S Hud : 87 berikut :
الحليم لأنت إنك مانشاؤا أموالنا فى نفعل أن أو اباؤنا مايعبد نترك أن تأمرك أصلاتك شعيب يا قالوا الرشيد
Sedangkan bentuk al-Ighal dapat dijumpai pada Q.S al-Naml ( 27 ) : 80 :
برين مد ولوا إذا الدعاء الصم اتسمع لو الموتى لاتسمع انك
Kata “Wallaw” yang artinya ‘bila mereka berpaling’ berfungsi sebagai penjelasan terhadap arti ( orang tuli ).[3]
Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara awal
6. Munasabah antara Awal Uraian Surah dengan Akhir Uraian Surah.uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kirmani bahwa Q.S al-Mu’minun diawali dengan “المؤمنون افلح قد “ ( respek Tuhan kepada orang-orang Mukmin ) dan diakhiri dengan “الكافرين لايفلح انه “ ( sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang Kafir ). Dalam Q.S al-Qashas, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surah dengan Nabi Muhammad SAW yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Musa As dan Muhammad SAW, serta jaminan Allah bahwa mereka akan memperoleh kemenangan.
7. Munasabah antara Penutup Suatu Surah dengan Awal Surah Berikutnya.
Misalnya akhir surah al-Waqi’ah / 96 :
العظيم ربك باسم فسبح
“Maka bertasbihlah dengan ( menyebut ) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.
Lalu surah berikutnya, yakni surah al-Hadid / 57 ayat 1 :
الحكيم العزيز وهو والأرض السموات مافى ا اللهسبح
“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah ( menyatakan kebesaran Allah ). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
8. Munasabah Antar Ayat tentang Satu Tema.
Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi, pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’I dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya[4] .Karya yang dinilainya paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abd Allah al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.
Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah ( tegaknya suatu kepemimpinan ). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q.S al-Nisa ( 4 ) : 34 :
موالهمأ من أنفقوا بما و بعض على بعضهم الله. فضل بما النساء على قوامون          
Dan Q.S al-Mujadalah ( 58 ) : 11 :
درجات العلم أوتوا والذين منكم امنوا الذين  الله يرفع
Tegaknya qiwamah ( konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa ) erat sekali kaitannya dengan faktor Ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q.S al-Nisa menunjuk kata kunci “Bima Fadhdhala” dan “al-Ilm” . Antara “Bima fadhdhala” dengan “yarfa’” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ‘Ilm.
Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi ( tawqifi ). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam Kitab al-Qur’an.

 Eksistensi Munasabah
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam Al Qur’an adalah tauqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya). Mengenai tertib sura-surat Al-Qur’an pada ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama berpendapat bahwa tertib surat-surat Al-Qur’an sebagaimana yang dijumpai dalam mushhaf yang sekarang adalah tauqifi. Pendapat ini didasarkan atas keadaan Nabi SAW, yang setiap tahunya melakukan mu’aradhah (mendengarkan bacaanya) kepada Jibril AS. Termasuk yang diperdengarkan Rasul itu tertib surat-suratnya. Pada mu’aradhah terakhir, Zaid ibn Tsabit hadir saat Nabi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan teritib surat yang sama kepaa kita sekarang.
Sebagaimana ulama memandang tertib ayat-ayat Al-Qur’an masuk dalam ijtihad. Pendapat ini didasarkan atas beberapa alas an.
 Pertama,mushaf pada catatan para sahabat tidak sama.
Kedua, sahabat pernah mendengar Nabi membaca Al-Qur’an berbeda dengan pendapat tertib surat yang terdapat dalam Al-Qur’an.
 Ketiga, adanya perbedaan pendapat dalam masalah tertib surat Al-Qur’an ini ditunjukan tidak adanya petunjuk yang jelas atas tertib dimaksud.
 Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa sebagianya tauqifi dan lainya ijtihad. Pendapat inijuga mengajukan beberapa alasan. Menurut pendapat ini, tidak semua nama surat Al-Qur’an diberikan oleh Allah, tetapi sebagian diberikan oleh Nabi SAW, dan lainya diberikan oleh para sahabat. Usman pernah ditanya mengapa surat Al Barasah tidak dimulai dengan basmalah. Ia menjawab bahwa ia melihat isinya yang sama dengan surat sebelumnya, surat al-Anfal. Nabi tidak sempat menjelaskan tempat surat tersebut sampai wafatnya. Karena itu, saya kata usman meletakkanya setelah surat al-Anfal.
Meski ketiga pendapat di atas memiliki alasan, tetapi alasan-alasan yang dikemukakan itu tidak semuanya memiliki tingkat keabsahan yang sama. Alasan pendapat yang mengatakan tertib surat sebagai ijtihad tampak tidak kuat. Riwayat tentang sebagian sahabat pernah mendengar Nabi membaca Al-Qur’an berbeda dngan tertib mushhaf yang sekarang dan adanya catatan mushhaf sahabat yang berbeda bukalah riwayat mutawatir. Tertib mushhaf sekarang berdasarkan khabar mutawatir. Kemudian, tidak ada jaminan bahwa semua sahabat yang memiliki catatan mushhaf itu hadir bersama Nabi setiap saat turun ayat Al-Qur’an. Karena itu, kemungkinan tidak utuhnya tertib mushhaf sahabat sangat besar. Demikian juga alasan pendapat yang mengatakan sebagai surat tauqifi dan sebagian lainya ijtihadi tidak kuat. Keterangan bahwa Nabi tidak sempat menjelaskan letak surat al-Barasah sehingga Usman tidak menempatkannya sebelum surat al-Anfal adalah riwayat yang lemah, baik dari segi sanad maupun matan, sebab perriwayat, Yazid pada sanadnya dinilai majbul oleh al-Bukhari dan Ibn Katsir. Dari segi matan juga riwayat ini lemah karena nabi wafat tiga tahun setengah setelah turunya surat al-Baraah

 Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah.
Mengenai hubungan antara suatu ayat / surah dengan ayat / surah lain ( sebelum / sesudahnya ), tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surah itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan.
Ilmu ini dapat berpesan mengganti Ilmu Asbabun Nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu dengan ayat lainnya. Sehingga dikalangan ulama timbul masalah : mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan ayat lain.
 Seorang ulama bernama Burhanuddin al-Biqa’i menyusun kitab yang sangat berharga dalam ilmu ini, yang diberi nama :
لسورا و لايات ا فى تناس لدرر مانظ
Ada beberapa pendapat diklangan ulama tentang : لسوراو الايات تناس علم ini. Ada yang berpendapat, bahwa setiap ayat / surah selalu ada relevansinya dengan ayat / surah lain. Adapula yang berpendapat, bahwa hubungan itu tidak selalu ada hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surah-surah ada hubungannya satu sama lain. Di samping itu, ada yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surah dengan surah lain.
Golongan yang pertama beralasan : oleh karena ayat-ayat Al-Qur’an itu di dalam surah-surahnya tidak dijadikan berbab-bab dan berpasal-pasal dan pada nampaknya memang tidak teratur, bahkan kadang didapati satu ayat yang berisi perintah dengan satu ayat lain yang berisi larangan, yang di antaranya sudah diselingi ayat lain yang berisi qisshah, maka tidak mungkin jadi ayat-ayat itu satu dengan yang lain ada hubungannya. Selanjutnya dikatakan pula oleh mereka : “Bahwa perbuatan orang yang memperhubungkan satu ayat dengan ayat yang lain itu, adalah suatu perbuatan yang memberatkan diri sendiri”.
Golongan yang kedua beralasan : oleh karena letak tiap-tiap ayat dan surah Al-Qur’an itu dari sejak diturunkan sudah diatur dan ditertibkan oleh Allah dan Nabi SAW, tinggal memerintahkan kepada para penulisnya pada waktu ayat-ayat itu diturunkan tentang letak dan tempatnya tiap-tiap ayat dan surah, maka sudah barang tentu pimpinan yang sedemikian itu mengandung arti, bahwa tiap-tiap ayat di dalam Al-Qur’an itu satu dengan lainnya ada hubungannya. Selanjutnya oleh mereka dikatakan : “Bahwa sekalipun pada lahirnya ayat-ayat Al-Qur’an itu tidak teratur dan tidak tersusun, tetapi dalam hakikatnya sangat teratur dan tersusun rapi”.
Kedua pendapat itu baiknya kita pikirkan bersama, karena kedua-duanya adalah dari buah pikiran mereka masing-masing. Hanya kami berpendapat dan berpendirian, bahwa kemungkinan besar ayat-ayat yang tertulis di dalam tiap-tiap surah Al-Qur’an itu ada hubungannya satu dengan yang lain.
Mengingat pentingnya ilmu ini, kami rasa perlu menambah penjelasan-penjelasan sebagai berikut :
1. Abu Bakar al-Naisabury[5] ( wafat tahun 324 H ) .Ia mencela / mengeritik ulama Baghdad, karena mereka tidak tahu adanya relevansi antara ayat-ayat dan antara surat-surat.
2. Muhammad ‘Izah Daruzah menyatakan, bahwa semula orang mengira tidak ada hubungan antara satu ayat / surah dengan ayat / surah lain. Tetapi sebenarnya ternyata, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surah-surah itu ada hubungan antara satu dengan yang lain.
Untuk jelasnya kami ambilkan contoh-contoh surah-surah yang ada hubungannya satu sama lain, ialah surah al-Fath, ada hubungannya dengan surah sebelumnya ( surah al-Qital / Muhammad ) dan juga dengan surah sesudahnya ( al-Hujarat ).
3. Dr. Shubi al-Shalih dalam kitabnya[6] :
Mengemukakan bahwa mencari hubungan antara satu surah dengan surah lainnya adalah sesuatu yang sulit dan sesuatu yang dicari-cari tanpa ada pedoman / petunjuk, kecuali hanya didasarkan atas tertib surah-surah yang tauqifi itu. Padahal tertib surah-surah yang tauqifi tidaklah berarti harus ada hubungan antara ayat-ayat yang tauqifi itupun tidak berarti harus ada relevansi antara ayat-ayat al-Qur’an itu, apabila ayat-ayat itu mempunyai sebab-sebab nuzul Qur’an itu, apabila ayat-ayat itu mempunyai sebab-sebab nuzul Qur’an yang berbeda-beda. Hanya biasanya, tiap surat itu mempunyai maudhu’ ( topik ) yang menonjol dan bersifat umum, yang kemudian di atas maudlu’ itu tersusun bagian-bagian surat itu, yang ada hubungannya antara semua bagiannya itu. Tetapi itu tidaklah berarti ada kesatuan atau persamaan maudlu’ pada semua surah al-Qur’an.
Dengan kriteria tersebut, maka dapat dibayangkan bahwa letak / titik persesuaian ( munasabah / relevansi ) antara ayat-ayat dan antara surat-surat itu kadang-kadang tampak jelas dan kadang-kadang tidak nampak dan bahwa jelasnya letak munasabah antara ayat-ayat itu sedikit kemungkinannya, sebaliknya terlihatnya dengan jelas letak munasabah antara surat-surat itu jarang sekali kemungkinannya. Dan hal ini disebabkan karena pembicaraan mengenai suatu hal, jarang bisa sempurna hanya dengan satu ayat saja. Karena itu berturut-turut beberapa ayat mengenai satu maudlu’ untuk menguatkan dan menerangkan وتفسيرا توكيدا , atau untuk menghubungkan dan memberi penjelasan وبيانا عطفا , atau untuk mengecualikan dan mengkhususkan وحصرا استثناء , atau untuk menengahi dan mengakhiri pembicaraan وتذييلا اعتراضا , sehingga ayat-ayat beriring-iringan itu merupakan satu kelompok ayat yang sebanding dan serupa.

Kesimpulan
Mengkaji munasabah al-Qur’an dapat dianggap penting, karena akan diperoleh faedah memperoleh pemahaman yang lebih sempurna dari teks al-Qur’an. Karena persoalan munasabah termasuk dalam kategori ijtihad, maka kaidah-kaidahnya pun bersifat ijtihadi. Namun secara umum mereka sepakat bahwa kaidah Ilmu Mantiq serta Ilmu Bahasa mutlak diperlukan. Dengan demikian analisis filosofis serta analisis bahasa menjadi penting dalam metodologi penelitian munasabah al-Qur’an. Munasabah al-Qur’an dengan demikian dapat pula menjadi salah satu cabang Ilmu Al-Qur’an yang penting dan strategis. Ilmu Munasabah ini sekaligus menjadi sebuah perangkat yang melengkapi metodologi pemahaman al-Qur’an secara konprehensif.
Tentang ini para ulama yang ahli Ilmu Bahasa Arab dan bahasa Al-Qur’an tidak kurang-kurang yang telah mengupas dan menjelaskannya. Dan Syekh Muhammad Abduh serta Said Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab tafsirnya “Al-Manar” tidak sedikit menjelaskan tentang hubungan ayat satu dengan ayat lainnya dalam menafsiri dan mengupas ayat-ayat yang ditafsiri.

Saran
Dengan melihat secara seksama mengenai isi dari makalah ini, penulis berharap kiranya makalah ini dapat menjadi salah satu acuan yang nantinya dapat menambah pengetahuan tentang kajian munasabah yang terdapat dapat dalam Ulumul Qur`an, selain itu untuk dapat dijadikan sebagai salah satu referensi para pembaca untuk keperluan yang bertalian dengan Ilmu Munasabah itu sendiri.

PENUTUP
Demikian penjelasan terkait ilmu yang mempelajari tenteng Ulumul Quran semoga dapat di jadikan sebagai pedoman dalam memahami makna munasabah, macam-macam munasabah, eksistensi dan urgensi munasabah. Yang menjadi harapan kami adalah dengan adanya penjelasan melalui makalah ini mudah-mudahan kita semua mempu memahami nya dengan baik dan benar serta kita mampu untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.




DAFTAR PUSTAKA
al-Hafizh , Ashim W, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Amzah, 2005.
Anwar, Rosihan Ulum al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Setia, 2008).
Departemen Agama RI, al-Qur`an dan terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2009).
Gazali, Ulumul Qur’an. (Banjarmasin: Indra Media, 2003).
 http://assaadah.com/?pilih=lihat&id=…, diakses 14 juni 2010
 http://mulkys.blogspot.com/, diakses 14 juni 2010.
 http://yodisetyawan.wordpress.com/2008/0…, diakses pada tanggal 14 juni 2010.
Khalil, Moenawar. “Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa”. ( Solo : Ramadhani, 1985 ).
Shihab, M. Quraisy “Sejarah dan ‘Ulumul Qur’an”. ( jakarta : Pustaka Firdaus, 1999 )
Y.P. Penterjemah al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemahnya. ( Jakarta : Departemen Agama RI, 1979 / 1980 )
Zuhdi, Masjfuk. “Pengantar Ulumul Qur’an.” ( Surabaya : Bina Ilmu, 1982

Terima kasih

[1] QS. AL-FATIHAH : 6
[2] QS. AL-MUKMINUN : 1
[3] Departemen Agama RI, al-Qur`an dan terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Setia, 2009).
al-Hafizh , Ashim W, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Amzah, 2005.
[4] al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an.
[5] ulama yang pertama-tama memperkenalkan : والسور الايات تناس علم di Baghdad Iraq.
[6] القران علوم فى مباحث

pemikiran islam


 
Makalah
Pemikiran Islam
Pengaruh Orientalisme Terhadap Wacana Pemikiran Islam
(Kasus Pemikiran Liberal)

Oleh : Agus Nasrullah
Mahasiswa STAI Luqman Al-Hakim Surabaya




Kata Pengantar
Alhamdulillah puji syukur senantiasa terucap dari lisan orang-orang yang beriman yang mana ucapan syukur tersebut merupakan salah satu cirri dari hamba-Nya yang bertaqwa. Sholawat serta salam semoga senantiasa kita sanjungkan kepada Rasul kita, nabi akhir zaman yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Yang mana berkat perjuangan beliau kita bias merasakan nikmatnya Iman dan islam dan semoga kita termasuk dalam golongan orang yang mendapat syafaatnya.
Mengingat betapa pentingnya sebuah pemikiran maka pada makalah ini pemateri mencoba untuk mengupas suatu pemikiran yang tentu tidak asing lagi bagi kita yakni terkait pemikiran liberal yang saat ini kita kenal dengan JIL (jaringan islam Liberal). Pemikiran liberal merupakan sebuah paham yang sangat berbahaya sebab pemikirannya sudah jauh dari ajaran islam. Dan pembahasan kali ini meliputi pengaruh liberalisme dan liberalism dalam kajian islam.
Satu hal yang yang menjadi harapan pemateri yaitu dengan mengetahui letak kesalahan pemikiran liberal tersebut maka kita tidak lagi terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran tersebut.

Penulis
Kelompok 11












Daftar isi
1.   Cover…………………………………………………..
2.   Kata pengantar…………………………………………
3.   Daftar isi……………………………………………….
4.   Pembahasan……………………………………………
A. Orientalisme……………………………………..
B. Motif Orientalisme………………………………
C. Liberalisme………………………………………
D. Asas-asas liberalisme…………………………….
E.  Factor Munculnya liberalisme…………………..
F.   Liberalisme dalam kajian islam…………………..
5.   Kesimpulan……………………………………………
6.   Penutup………………………………………………..










Pembahasan
A. Orientalisme
ORIENTALISME adalah  golongan yang mengkaji hal-hal ketimuran sehingga orang barat yang mengkaji hal-hal ketimuran di sebut Orientalis.
Gerakan Orientalisme menyerang Islam melalui :
Ø  Menganggap al-Quran sebagai khayalan Muhammad dan tidak ada hubungannya dengan wahyu.   Aktiviti mereka digunakan untuk mencari kelemahan-kelemahan yang ada dalam Islam, dalam al-Quran dan al-Hadis, dalam diri junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w, dalam kerabat beliau dan dalam diri sahabat-sahabat beliau.
 Rangka Kerja Orientalisme: Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq merumuskan usaha Orientalisme dari dulu hingga kini :
Pengajaran di Universitias, Pengumpulan manuskrip. Penterjemahan dari Bahasa Arab ke bahasa Eropah. Penulisan dalam pelbagai bidang pengajian Arab dan Islam
B. Motif Orientalisme
Barat tertarik mengkaji timur dan islam di latar belakangi oleh motif berikut :
a)      Motif Keagamaan
Barat yang di satu sisi mewakili kristen memandang islam sebagai agama yang sejak awal menentag doktrin-doktrinnya. Karena islam penyempurna agama sebelumnya yang tentu banyak melontarkn koreksi terhadap agama itu, dan itulah yang menjadikan perseteruan dengan mereka.
b)      Motif Politik
Islam bagi barat adlah peradaban yang dimasa lalu telah tersebar dan menguasai peradaban dunia dengan begitu cepat. Barat yang baru bangkit dari kegelapan sadar akan kekuatan islam dan merupakan ancaman bagi politik dan agama mereka. Oleh karena itu mereka ingin menaklukan islam dan memajukan mereka sehingga kajian oroentalis bersifat politis yaitu untuk tujuan kolonialisme.[1]
C. Liberalism
Pengertian Liberalisme
Liberal adalah satu istilah asing yang diambil dari kata Liberalism dalam bahasa Inggris dan liberalisme dalam bahasa perancis yang berarti kebebasan. Kata ini kembali kepada kata Liberty dalam bahasa Inggrisnya dan Liberte dalam bahasa prancisnya yang bermakna bebas. [2]
Liberalisme adalah istilah eropa yang sangat samar sehingga para peneliti baik dari mereka ataupun dari selainnya berselisih dalam mendefinisikan pemikiran ini. Namun seluruh definisi yang ada kembali kepada pengertian kebebasan dalam pengertian barat tentunya.
Tertulis dalam The World Book Encyclopedia pada pembahasan Liberalism : “Liberalism dianggap sebagai istilah yang samar, karena pengertian dan pendukung-pendukungnya berubah dalam bentuk tertentu dengan berlalunya waktu”[3]
Oleh karena itu syeikh Sulaiman al-Khirasyi menyimpulkan bahwa Liberalisme adalah madzhab pemikiran yang memperhatikan kebebasan individu dan memandang kewajiban menghormati kemerdekaan individu serta berkeyakinan bahwa tugas pokok pemerintah adalah menjaga dan melindungi kebebasan rakyat, seperti kebebasan berfikir, mengungkapkan pendapat, kepemilikan pribadi dan kebebasan individu serta sejenisnya.
Ensiklopedia Inggris menuliskan: “Kata Liberty (kebebasan) adalah kata yang menyimpan kesamaran, demikian juga kata liberal. Seorang liberalis bisa jadi beriman bahwa kebebasan adalah masalah khusus individu semata dan peran negara harus terbatas atau bisa jadi beriman bahwa kebebasan itu adalah masalah khusus negara. Sehingga negara dengan kemampuannya atau kemungkinan menggunakannya sebagai alat penguat kebebasan” [Encyclopedia Britannica pada pembahasan liberalism, dinukil dari Hakekat Libraliyah al-Khirasyi, hal. 17]
LIBERALISME pada awalnya muncul sebagai mazhab sosial-politis yang mengajarkan kebebasan masyarakat dalam berpendapat, berserikat, dan berkumpul serta menentukan nasib
sendiri. Saat ini, proses liberalisasi sosial-politik, yang menandai lahirnya tatanan dunia abad modern, semakin marak. Liberalisasi sosial-politik ini kemudian disusul dengan liberalisasi di bidang ekonomi. Setelah menyentuh wilayah ekonomi, politik, dan sosial maka wilayah agama pun pada gilirannya dipaksa harus membuka diri untuk diliberalisasikan.
Dengan prinsip menjunjung tinggi kebebasan individual, liberalisme memperbolehkan setiap orang melakukan apa saja sesuai dengan kehendaknya.  Manusia tidak lagi harus memegang
kuat aturan-aturan agama. Bahkan, kalau memang aturan agama yang ada tidak sesuai dengan kehendak manusia, maka yang dilakukan kemudian adalah menafsir ulang ayat-ayat Tuhan agar tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip dasar liberalisme.
Maka pengaruh dari semua itu dapat terlihat dengan adanya, berbagai tindakan amoral sebagaimana yang terjadi pada kasus-kasus homoseksual, seks bebas, dan aborsi-- bisa dianggap legal karena telah mendapatkan justifikasi ayat-ayat Tuhan yang telah ditafsir ulang itu.[4]
D. Asas Pemikiran Liberal
Secara umum asas liberalisme ada tiga; kebebasan, individualis dan Aqlani (mendewakan akal).
1. Asas pertama: Kebebasan
Yang dimaksud disini adalah setiap individu bebas dalam perbuatannya dan mandiri dalam tingkah lakunya tanpa diatur dari negara atau selainnya. Mereka hanya dibatasi oleh undang-undang yang mereka buat sendiri dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian liberalisme disini adalah sisi lain dari sekulerisme secara pengertian umum yaitu memisahkan agama dan membolehkan lepas dari ketentuannya. Sehingga menurut mereka manusia tu bebas berbuat, berkata, berkeyakinan dan berhukum sesukanya tanpa batasan syari’at Allah. Sehingga manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya serta bebas dari hukum ilahi dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran ilahi.[5] Padahal Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah:”Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [QS. Al-An'am: 162-163]
dan firman Allah:
Artinya: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui“. [QS. al-Jaatsiyah : 18]
2. Asas kedua: Individualisme (Al-Fardiyah)
Dalam hal ini ada dua pemahaman dalam Liberalisme:
a. Individual dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang menguasai pemikiran eropa sejak masa kebangkitan eropa hingga abad keduapuluh masehi.
b. Individual dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Inilah pemahaman baru dalam agama liberal yang dikenal dengan Pragmatisme.[6]
3. Asas ketiga: Mendewakan Akal (Aqlaniyah)
Dalam pengertian kemerdekaan akal dalam mengetahui dan mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.
Hal ini dapat tampak dari hal-hal berikut ini:
a. Kebebasan adalah hak-hak yang dibangun diatas dasar materi bukan perkara diluar dari materi yang dapat disaksikan dan cara mengetahuinya adalah dengan akal, pancaindra dan percobaan.
b. Negara dijauhkan dari semua yang berhubungan dengan keyakinan agama, karena kebebasan menuntut tidak adanya satu yang pasti dan yakin; karena tidak mungkin mencapai hakekat sesuatu kecuali dengan perantara akal dari hasil percobaan yang ada. Sehingga -menurut mereka- manusia sebelum melakukan percobaan tidak mengetahui apa-apa sehingga tidak mampu untuk memastikan sesuatu. Ini dinamakan ideologi toleransi (al-Mabda’ at-Tasaamuh) . Hakekatnya adalah menghilangkan komitmen agama, karena ia memberikan manusia hak untuk berkeyakinan semaunya dan menampakkannya serta tidak boleh mengkafirkannya walaupun ia seorang mulhid. Negara berkewajiban melindungi rakyatnya dalam hal ini, sebab negara -versi mereka- terbentuk untuk menjaga hak-hak asasi setiap orang. Hal ini menuntut negara terpisah total dari agama dan madzhab pemikiran yang ada. [Musykilah al-Hurriyah hal 233 dinukil dari Hakekat Libraliyah hal 24]. Ini jelas dibuat oleh akal yang hanya beriman kepada perkara kasat mata sehingga menganggap agama itu tidak ilmiyah dan tidak dapat dijadikan sumber ilmu. -Ta’alallahu ‘Amma Yaquluna ‘Uluwaan kabiran-
c. Undang-undang yang mengatur kebebasan ini dari tergelicir dalam kerusakan -versi seluruh kelompok liberal – adalah undang-undang buatan manusia yang bersandar kepada akal yang merdeka dan jauh dari syari’at Allah. Sumber hokum mereka dalam undang-undang dan individu adalah akal.
G. Faktor Munculnya Liberalisme
Hume berkata bahwa Liberalisme muncul untuk menjawab tantangan zaman. Kemunculan Liberalisme merupakan keniscayaan sejarah.(Garandeu, Le Liberalisme). Sebagian orang berkata bahwa terdapat dua faktor utama dalam kemunculan Liberalisme dan faktor-faktor lain merupakan ikutan dari dua faktor utama ini.
Diantra faktor munculnya Liberalisme yaitu:
·         Pemerintah Tiran
Adalah merupakan pemerintahan yang terlalu fokus pada dirinya sendiri di Eropa yang memandang dirinya sebagai pemilik jiwa, harta dan kehormatan masyarakat dan seenaknya mengambil keputusan tentang nasib dan masa depan mereka. Sebagai contoh jenis pemerintahan Prancis pada masa Louis 15 dan 16 (abad 18) yang merupakan seorang raja dan aristokrat yang berdasarkan pada tradisi keningratan, raja merupakan wakil Tuhan di muka bumi. Dan tidak seorang pun dibolehkan berkata apa pun tentang sang raja. Louis 16 pada Oktober 1887 di parlemen Paris berkata: “Raja tidak memiliki tanggung jawab apa pun kepada seseorang kecuali kepada Tuhan.”[7]


·               Perilaku Aparat Gereja
Gereja, alih-alih menjelaskan hakikat agama dan motivator masyarakat untuk melawan tirani dan kezaliman, malah terjerembab dalam kesalahan pahaman dan kekeliruan menjelaskan agama. Atas nama agama para pembesar gereja menerapkan metode kekerasan terhadap agama masyarakat. Berdasarkan keyakinan gereja abad pertengahan, sistem yang berlaku di muka bumi merupakan sistem yang berlaku di langit. Sistem ini merupakan sistem yang dikehendaki oleh Tuhan dan tidak dapat dirubah. Setiap orang, semenjak raja hingga jelata dan pengemis, harus menjalankan peran yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Sejatinya para pembesar gereja senantiasa menjadi penyokong sistem sosial dan politik dan sekali-kali tidak dapat menerima adanya penyimpangan. Pada masa ini, setiap orang terpenjara dengan perannya masing-masing dalam mekanisme sosial.”[8] Tujuan utama pandangan dunia Liberalisme semenjak kemunculannya, berperang melawan kekuasaan mutlak. Liberalisme pada awalnya bangkit melawan pemerintahan absolute gereja di belahan dunia Barat dan kemudian melawan pemerintahan absolut para raja.
H. Liberalism Dalam kajian Islam
Liberalisme adalah pemikiran asing yang masuk kedalam islam dan bukan hasil dari kaum muslimin. Pemikiran ini menafikan adanya hubungan dengan agama sama sekali dan menganggap agama sebagai rantai pengikat yang berat atas kebebasan yang harus dibuang jauh-jauh.
Sehingga Liberalisme sangat bertentangan dengan islam bahkan banyak sekali pembatal-pembatal keislaman yang ada padanya, diantaranya:
  1. Kufur
  2. Berhukum dengan selain hukum Allah
  3. Menghilangkan aqidah Al-Wala Dan Bara’
  4. Menghapus banyak sekali ajaran dan hukum islam.
Sehingga para ulama menghukuminya sebagai kekufuran sebagaimana dalam fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan yang dimuat dalam Surat kabar al-Jazirah hari Selasa tanggal 11 Jumada akhir tahun 1428 H.
Ulil abshor abdallah mengatakan “ semua agama sama, semuanya menuju jalan kebenaran, jadi islam bukan yang paling benar.[9]

KEKELIRUAN IDEOLOGI ISLAM LIBERAL

seorang tokoh di Malaysia, PROF. MADYA DR. MOHAMAD KAMIL ABDUL MAJID, dari Universiti Malaya, ketua Jabatan Dakwah dan Pembangunan Insan yang sedang mengetuai kajian tentang fahaman Islam liberal Saturday, May 14, 2011.  Berikut petikannya...

Apabila kita menyebut latar belakang pengaruh liberalisme terhadap Muslim, ia berlaku di negara kita adalah hasil daripada falsafah liberal yang wujud di Barat. Jadi apabila disebut liberalisme, modernisme, sekularisme, ia adalah “ideologi tiga beradik” yang saling berkait dan tidak dapat dipisahkan.


Sejak abad ke-15 lagi di Barat (terutama Perancis dan beberapa negara Barat) fahaman ini telah wujud ekoran kaum buruh yang tertindas oleh penguasa yang zalim – jadi golongan para ilmuwan dan filosuf mahu menggerakkan kemajuan tetapi ditentang oleh para penguasa yang disokong oleh gereja.


Liberalism itu ada dua sahaja. Satunya adalah sebagaimana yang diperjuangkan oleh tokoh-tokoh Islam yang membawa pembaharuan (Islah) seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka mahu memajukan (liberal) masyarakat Islam tetapi dengan cara-cara yang dapat dianggap masih di dalam kawalan syariah.
Kedatangan faham liberalisme secara sengaja ataupun tidak dikatakan datang bersama kebangkitan semula Islam pada tahun 1970-an. Ia khususnya di Timur Tengah, terutamanya di Mesir.

Jika dirujuk kepada Mesir, apabila golongan Marxisme menyedari alirannya sudah tertolak; ia mula mengalihkan kepada aliran Islam – tetapi Islam yang dibawa mereka adalah Islam aliran Muktazilah – orang yang berfahaman kepada akal secara mutlak. Fahaman ini juga akhirnya sampai kepada peringkat mempertikaikan wahyu.

Antaranya bekas professor di Universiti Kahirah, Nasr Hamid Abu Zayd yang sekarang tinggal di Belanda. Yang lain ialah Hasan Hanafi, Mohamad Arkoun dan Amina Wadud, di Tunisia terdapat tokoh bernama Ali Harb – mereka yang disebut di atas adalah orang-orang yang mengepalainya.

Mereka mendakwa al-Quran itu bukan wahyu Tuhan yang asli, dakwa mereka wahyu itu sampai kepada Nabi Muhammmad tetapi apa yang dilafazkan Muhammad itu telah dibentuk di dalam bahasa nabi menurut sejarah dan budaya Arab.

Justeru, kononnya yang tertulis {naskhah al-Quran yang ada} bukan maksud al-Quran yang murni (asli). Mereka menyimpulkan al-Quran yang ada sekarang sebagai ciptaan Nabi Muhammad – sebagaimana tuduhan orientalis sebelum ini.
Tambah fahaman itu, kita tidak lagi memerlukan wahyu kerana akal manusia sekarang ini sudah lengkap daripada sudut ekonomi, sosial dan lain-lain tetapi yang paling penting pada manusia ialah akal.

Antara bahaya ajaran ini ialah akan lahir pengikut yang meremehkan al-Quran, meremehkan hadis dan otoriti ulama, ini kerana mereka menganggap ulamalah yang pandai-pandai “mentafsirkan” Islam.
Sedangkan mereka mahu supaya sesiapa sahaja dapat mentafsirkan Islam.Yayasan lain ialah yang berperanan dalam penyebaran Islam Liberal ini adalah Yayasan Fullbright, Yayasan Toyota, Yayasan Ford, dan Asia Foundation.
Dan di Indonesia, mereka berlumba-lumba menubuhkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGO yang mendapat bantuan badan-badan tersebut untuk mempromosikan Islam Liberal melalui buku-buku dan majalah.
Patut juga disebut bahawa mantan presiden ketiga, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah termasuk tokoh pendukung utama idea Islam Liberal ini. Gus Dur apabila ditanya sama ada bolehkah menerima bantuan daripada Amerika, kerana di sebalik bantuan tentu ada sesuatu di sebaliknya?
“Tak ada apa-apa, mereka itu wangnya banyak!” jawab Gus Dur .
Di Jakarta, universiti mereka bernama Paramadina, dan golongan ini telah menguasai Universiti Islam Negeri (UIN) Jakarta. Tokoh-tokoh mereka adalah pengajar di universiti itu – antaranya Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Kausari Noer dan beberapa lagi.
Upaya menyatukan liberalism kedalam islam sudah dilakukan oleh gerakan ‘Islahiyah’ pimpinan Muhammad Abduh dan para muridnya kemudian ditahun 60-an muncullah gerakan reformis (Madrasah At-Tajdid) dengan tokoh seperti Rifa’ah ath-Thohthawi dan Khoiruddin at-Tunisi. Demikian juga mereka sepakat menjadikan akal sebagai sumber hukum sebagaimana akal juga menjadi sumber hukum dalam agama liberal.
Sebenarnya hakekat usaha mereka ini adalah mengajak kaum muslimin untuk mengikuti ajaran barat (westernisasi) dan menghilangkan akidah islam dari tubuh kaum muslimin serta memberikan kemudahan kepada musuh-musuh islam dalam menghancurkan kaum muslimin.
Demikianlah usaha mereka ini akhirnya menghasilkan penghapusan banyak sekali pokok-pokok ajaran islam dan memasukkan nilai-nilai liberalisme dan humanisme kedalam ajaran islam dan aqidah kaum muslimin.


Kesimpulan
Dari bebarapa pembahasan di atas maka dapat di ambil suau kesimpulan bahwa Orientalisme berpengaruh pada wacana pemikiran islam yang mana dari adanya orang-orang barat yang mempelajari islam dan hal-hal ketimuran yang kemudian muncul paham-paham diantaranya liberalism, pluralism, skulerisme, hedonism dan lain sebagainya.


Penutup
Demikian makalah yang dapat kami paparkan semoga dengan adanya makalah ini akan menambah wawasan dan pengetahuan terkait pemikiran orientalisme dan liberalisme.



Daftar Pustaka
·      Zarkasyi, hamid fahmi :2008. “ liberalisasi pemikiran islam” ponorogo : Gontor
·       [Encyclopedia Britannica pada pembahasan liberalism, dinukil dari Hakekat Libraliyah al-Khirasyi, hal. 17]
·      Dwi Septina Rahayu SPi, Pengaruh Liberalisme dalam Kehidupan, Jum'at, 28 Desember 2007 WIB
·      Majalah GATRA, 21 Desember 2002
·    Ulil Abshar-Abdalla, Tentang Makna “Liberal” dalam Islam Liberal
Tanggal dimuat: 11/5/2003
·         Husain adian,2006 “Liberalisme islam di Indonesia fakta dan data” dewan dakwah islamiyah Indonesia





[1] Zarkasyi, hamid fahmi :2008. “ liberalisasi pemikiran islam” ponorogo : Gontor
[2] [Hakikat Liberaliyah wa mauqif Muslim minha, Sulaiman al-Khirasyi, ha.l 12]
[3] [Dinukil dari Hakekat Libraliyah, hal. 16].
[4] Dwi Septina Rahayu SPi, Pengaruh Liberalisme dalam Kehidupan, Jum'at, 28 Desember 2007 WIB
[5] [Lihat Dalil al-'Uqul al-Haa'irah Fi Kasyfi al-Mazhahib al-Mu'ashorah, Haamid bin Abdillah al-'Ali hal. 18]
[6] [lihat Hakekat Libraliyah al-Khirasyi, hal. 17]

[7] (Jack Isaac, Inqilab Buzurgh Faranse: 342).
 [8] (Erich Fromm, Escape from Freedom:60)

[9] Majalah GATRA, 21 Desember 2002