Selasa, 13 November 2012

Makalah Supervisi Pndidikan

Makalah Supervisi Pendidikan-Masa Awal, Ilmiah, Manusiawi, Sekarang dan akan datang

MAKALAH
SUPERVISI PENDIDIKAN
PERKEMBANGAN SUPERVISI PENDIDIKAN
(Supervisi masa awal, ilmiah, manusiawi, masa sekarang dan akan datang)
Oleh : Agus Nasrullah
Mahasiswa STAIL Surabaya
Kata Pengantar
Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah semata, tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi beserta isinya, tuhan yang telah member begitu banyak nikmat kepada kita sehingga makalah ini bias terselesaikan dengan semestinya. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW. Semoga kita mendapat syafaatnya.
Supervisi merupakan hal yang urgen dalam pendidikan sebab supervise memiliki peran yang sangat penting demi meningkatkan kualitas sekolah terkhusus dalam peningkatan kualitas guru yang berefek pada peningkatan kualitas anak didik.
Supervise memilki perkembangan-perkembangan dari masa kemasa, sehingga supervise pada masa awal tentu berbeda dengan masa sekarang, namun diantara supervise-supervisi tersebut memiliki kelemahan sehingga perlu adanya keterkaitan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas perkembangan supervisi yang di mulai dari supervise masa awal atau sejarah supervisi, supervisi ilmiah, supervisi manusiawi, supervise masa sekarang dan supervise yang akan dating atau gambaran/ ramalan tentang perkembangan supervise kedepannya.





Penulis



DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………….1
Daftar Isi……………………………………………………………………………………..2
Pembahasan ………………………………………………………………………………….3
  1. Supervisi Pada Masa Awal……………………………………………………………..3
  •   Supervise Abad ke-18…………………………………………………………..........5
  •  Supervise Abad ke-19…………………………………………………………...........6
  1. Supervisi Ilmiah dan Manusiawi………………………………………………………...6
  •   Supervise Ilmiah……………………………………………………………............…6
  •  Supervisi Manusiawi………………………………………………………….............10
  1. Supervisi Masa Sekarang dan yang akan Datang………………………………….....…11
  •   Supervisi Masa Sekarang……………………………………………………..............11
  •   Supervisi Masa yang akan Datang………………………………………….............…15
  1. Kesimpulan dan Penutup……………………………………………………...………..17
  • Kesimpulan………………………………………………………………………...…..17
  • Penutup…………………………………………………………………………...……17
  1. Daftar Pustaka……………………………………………………………………...…..18

PEMBAHASAN
  1. SUPERVISI PADA MASA AWAL
            Proses pendidikan  di dunia ini sudah lama berlangsung. Sebenarnya pendidikan itu sudah ada sejak manusia itu ada.  Sebab dari hakekat manusia  kita sudah tahu, manusia sudah tidak  bisa tumbuh dan berkembang  oleh dirinya dan untuk dirinya sendiri.  Sejak bayi anak itu sudah membutuhkan  pertolongan dari orang tua dan sanak familinya agar dapat berkembang dengan baik. pada masa kanak-kanak mereka juga ditolong oleh orang lain dalam lingkungannya, Begitu juga menjelang dewasa mereka tetap mendapat pertolongan dari anggota –anggota masyarakat yang lebih luas untuk meyempurnakan perkembangannya.  Macam- macam pertolongan itu di sadari atau tidak oleh anak bersangkutan adalah merupakan pendidikan untuk membantu mengembangkan dirinya.

Pada zaman Yunani kuno sistem pendidikan yang sifatnya sistematis seperti sekarang belum ada, yang ada ialah pendidikan yang bersifat individual. Nampaknya inisiatif untuk belajar timbul dari individu-individu yang ingin mengetahui sesuatu. Satu-satunya materi yang dibutuhkan untuk di pelajari adalah pelajaran untuk menulis ini yang terjadi sekitar 500 tahun sebelum masehi.  Kemudian pada tahun 400 sampai 350  tahun sebelum Masehi materi pelajaran di tambah dengan belajar membaca. Jadi yang di pelajari pada waktu itu adalah membaca dan menulis. yang mengajar bukanlah guru-guru, melaikan tutor, yang menuntut keterampilan untuk melatih para siswa untuk menulis dan membaca.

Pendidikan mendapat perhatian yang sangat penting ialah pada zaman Sparta.  Pemerintah pada waktu itu sudah menyadari akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan negara.  Pendidikan bertugas mengembangan, mempertahankan, dan melindungi Negara.  Menyadari akan pentingnya pendidikan timbullah supervisor yang disebut Paidonomous.  Guru dan tutor tidak ada. Yang melatih para siswa ialah para supervisor itu dengan hak kontrol yang absolut. [1]
Pada zaman Athena pendidikan lebih maju dan lebih di hargai dari pada zaman-zaman sebelumnya.  Perhatian dicurahkan pada pengembangan profesi dan spesialis. Terjadilah pertemuan-pertemuan guru dengan siswa untuk mendiskusikan sesuatu, pemikiran-pemikiran filsafat pun muncul pula. Ahli-ahli pikir yang terkenal pada zaman itu ialah Socrates, Plato, dan Aristoteles.  Kerajaan Romawi mewarisi kebudayaan Yunani; kesenian, ilmu, dan pendidikan maju dengan pesat. Sekitar tahun 140 sebelum Masehi didirika sekolah Grammar yang mempelajari bahasa latin.  Grammar dipandang mampu atau sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan daya pikir dan logika para siswa. Begitu pula pada zaman ini perbaikan-perbaikan pengajaran dan kurikulum sudah dimulai.
Pada zaman pertengahan disamping sekolah Grammar dan Sekolah Catechimus (agama) didirikan pula Sekolah Membaca dan menulis tingkat dasar. Nampaknya ada usaha dari pemerintah untuk memperluas kesempatan belajar bagi masyarakat umum. Pada zaman ini supervisi diberikan kepada sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan dan guru-guru sebagai pelaksanaan pendidikan. Ada dua macam supervisi pada zaman pertengahan, yaitu supervisi dari pihak negara dan supervisi dari pihak agama.  Supervisi dari pihak negara bertujuan membina sekolah beserta aktivitas-aktivitasnya agar sejalan dengan keinginan  dan garis yang di berikan oleh negara.  Sedangkan supervisi dari pihak agama yang bertugas dari kalangan agama berkewajiban membina atau mengawasi materi pendidikan agam dan moral. Kedua macam supervise ini tidak banyak memperhatikan kualitas pengajaran dan kondisi pendidikan.
Supervisi pendidikan pada zaman revolusi kaum protestan sekitar tahun 1600 mempunyai tujuan tersendiri sesuai dengan kondisi pada waktu itu. Para Supervisor di beri tugas oleh para pengelolah pendidikan untuk membantu mencetak ahli-ahli yang sanggup mengadakan pertentangan suci kepada para filosuf dan ahli teologi Katolik.
Sejalan dengan perkembangan supervisi pendidikan di Negara-negara Eropa, di Amerika Serikat pun mengalami perkembangannya yang lamban.  Pada abad-17 mula-mula banyak pengusaha kota yang menolak kehadiran supervisor.  Rupanya sekolah-sekolah tidak mau dicampuri oleh orang luar, mereka takut kalau otoritasnya berkurang, tetapi kemudian kapala-kepala sekolah itu mau menerima mereka dengan catatan nama supervisor diganti dengan guru super. Dengan nama baru ini mungkin dimaksudkan agar guru-guru super ini tetap berada di bawah hirarki kepala sekolah.  Perkembangan selanjutnya ialah hanya kepala-kepala sekolah yang sudah senior/professional saja yang di beri tanggung jawab untuk melaksanakan supervisi. Tetapi dengan besarnya pendirian sekolah-sekolah baru pada abad ke-19, para supervisor dan kepalah sekolah yang senior/professional ini tidak dapat melakukan tugas terhadap begitu banyak sekolah.  Akhirnya supervisi di serahkan kepada kepala-kepala sekolah namun tugas utam mereka tetap mengurusi ketatausahaan dan menegakan disiplin, sedangkan supervise adalah sebagai tugas terakhir.
Berikut supervise abad ke-18 dan abad ke 19[2]
  •  Supervisi pada abad ke-18
            Supervisi  pada abad ke-18 dilakukan oleh panitia kantor atau panitia sekolah atau anggota-anggota badan pendidikan mereka ini di angkat karena kemahiran-kemahiranya akan metode-metode mengajar.  Pada waktu-waktu tertentu mereka datang berkunjung ke sekolah untuk melihat guru-guru mengajar. Mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah, karena itu muncul istilah inspektur bagi mereka. Tugas mereka adalah untuk megetahui sampai di mana kepandaian guru-guru itu mengajar, bukan memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang du buat oleh para guru.
            Namun para supervisor ini hanya merupakan alat pencatat saja bag kepentingan atasannya, mereka hanya menulis apakah guru-guru itu sudah bekerja dengan benar atau masih salah. Hal itu mudah dikerjakan sebab apa yang patut dilakukan guru sudah ditentukan sejak awal. Setiap sekolah sudah mempunyai aturan-aturan dan standar yang harus di lakukan. Tugas supervisor adalah mengontrol sekolah apakah sekolah ia sudah melaksanakan aturan  dan standar itu atau belum.  Bila ternyata guru melakukan kekeliruan, supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan bagaimana memperbaiki diri. Nampaknya kreatif guru juga kurang dihargai.

  •  Supervisi pada abad ke-19
            Abad ke-18, pengetahuan dibidang  metodologi penelitian pengajaran di beri tugas mengawasi sekolah saja, akan tetapi pada abad ke-19 kedudukannya sudah meningkat. Mereka secara resmi di katakan supervisor sekolah. Mereka pada umumnya adalah para pegawai kantor pengawas pendidikan yang di Indonesia dapat di samakan dengan kantor perwakilan departemen pendidikan dan kebudayaan, baik di  tingkat provinsi, kabupaten maupun  kecamatan.  Hal ini disebabkan karena mereka kini sudah berkembang menjadi orang-orang professional. Dengan demikian supervisi pada abad ke-19 sudah bersifat professional.
  1. SUPERVISI ILMIAH DAN MANUSIAWI
  •    Supervisi Ilmiah
Revolusi teknologi dan revolusi industri yang terjadi pada abad 18 dan 19 membuat perubahan pada dunia produksi, perdagangan, manajemen, dan pada juga dunia pendidikan. Pada tahun 1911 Fredrick Tylor yang di pandang sebagai bapak manajemen ilmiah menerbitkan buku yang berjudul “Principle Of Scientific Management” (Robins, 1982 hal.36)  prinsip-prinsip manajemen tersebut adalah[3] (1) Setiap elemen kerja para petugas harus dilakukan secara ilmiah (2) Seleksi dan latihan petugas harus dilakukan secara ilmiah, (3) Kerja sama manajemen dengan pekerja mengikuti metode ilmiah, dan (4) Ada kesamaan antara manajer dan pekerja. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat di pahami bahwa manajemen ilmiah menghendaki tiap pekerja mengerjakan sesuatu yag sudah ditentukan dengan jelas dan dan dengan cara yang sudah di pahami secara jelas pula. Sejalan dengan prinsip manajemen ilmiah tersebut di atas Max Weber mengembangkan struktur organisasi yang dia sebut birokrasi dengan cirri-ciri sebagai berikut (hoy, 1987 hal. 52): (1) Spesialisasi, (2) Orientasi Imperonal, (3) Hirarki Otoritas, (4) Peraturan-peraturan dan (5) Orientasi prestasi kerja.
            Organisasi pendidikan pada waktu itu diwarnai oleh prinsip-prinsip tersebut. Sekolah-sekolah membuat peraturan-peraturan yang ketat, tugas-tugas tadi buat secara mendetail dan sejelas mungkin, komunikasi di atur menurut garis yang sudah di tentukan, kontrol diadakan terhadap cara bekerja dengan prestasi, kerja menurut kriteria tertentu dan hubungan atasan dengan  bawahan menjadi fomal. Supervisi sebagai sub system pendidikan sudah tentu mengikuti prinsip-prinsip tersebut. Dalam hal ini tugas supervisi dikhususkan pada pembinaan guru-guru.  Supervisor berpegang pada tujuan sekolah, koordinasi, metode belajar, kualifikasi guru dengan segala aktivitasnya yang sudah di tentukan kualitasnya secara jelas.  Sebelum muncul manajemen ilmiah tidak ada ketentuan yang pasti atau patokan yang bisa di pakai pegangan oleh para supervisor. Kini mereka mengontrol segalah aktivitas yang di lakukan ole guru-guru, mencocokan dengan jadwal kerja, metode mengajar,  kepribadian dengan peraturan yang sudah di gariskan. Mencocokan prestasi kerja atau hasil belajar pra siswa dengan standar prestasi yang sudah di sediakan. Serta member insentif kepada guru-guru yang berprestasi.
            Supervisor berusaha meningkatkan cara bekerja guru-guru. Mereka di beri gambaran tentang kuaifikasi guru yang di cita-citakan. Mereka dimotivasi dan di himbau untuk mengejar cita-cia itu. Suatu cita-cita tentang perilaku, ketrampilan dan cara kerja yang sudah jelas wuudnya.  Salah satu alat untuk memacu mengejar cita-cita adalah dengan insentif. Insentif itu dapat berupa materi, promosi dan penghargaan sosial.
           Tugas utama supervisor ilmiah adalah mencari undang-undang atau peraturan dan melaksanakan peraturan-peraturan tersebut kepada guru-guru (Lucio, 1979 hal 8-9). Hal ini masuk akal sebab organisasi  sekolah melakukan semua operasinya berupa administrasi sekolah tidak boleh melakukan administrasi di luar peraturan-peraturan yang sudah disahkan. Begitu pula mengenai administrasi yang menyangkut aktivitas guru-guru atau cara-caraguru mengajar siswanya tidak boleh menyimpang dari undang-undang tentang perilaku guru, hubungan guru dengan siswa dan cara guru membimbing siswa belajar.

Contoh undang-undang atau pearaturan-peraturan yang dicari antara lain:
1.      Berapa jam belajar teori perminggu dan berapa jam praktek.
2.      Metode-metode  mengajar mana yang cocok dipakai di kelas  siswa yang memiliki kemampuan rendah dan metode yang mana cocok di pakai untuk kelas yang memiliki kemampuan lebih.
3.      Kecocokan metode  mengajar dengan bidang studi
4.      Bagaimana prosedur belajar dan mengajar yang baik
5.      Macam-macam alat evaluasi yang di perlukan dan seterusnya.
Tidak ada hak bagi guru dan supervisor merevisi atau mengingkari undang-undang, tetapi bukanlah undang-undang itu sendiri menjadi tujuan utama pendidikan, tujuan utama pendidikan adalah perkembangan peserta didik  itu sendiri.
            Supervisi ilmiah mempunyai kaitan dengan supervisi spesialis. Sebab supervisi ilmiah diilhami oleh revolusi industri yang sangat memperhatikan pengkhususan-pengkhususan  dan diperkuat prinsip spesialisasi Weber. Jadi supervisi pada waktu itu sudah memandang perlu ada supervisor- supervisor spesialisasi. Tetapi spesialisasi-spesialisasi yang diadakan pada waktu itu masih terbatas, mugkun karena diferensiasi bidang studi belum sebesar sekarang. Yang disiapkan oleh departemen-departemen supervisi itu ialah (lucio, 1979 hal. 6):
1.      Spesialis atau kepala bidang studi bahasa
2.      Spesialis atau kepala bidang studi matematika
3.      Spesialis atau kepala bidang studi ilmu sosial
4.      Spesialis atau kepala bidang studi sains
Dengan adanya supervisor spesialis ini timbullah problem dengan kepala sekolah dalam menangani bidang studi tertentu di sekolah. Problem itu berupa kesulitan menentukan otoritas, otoritas, fungsi dan prosedur kerja. Siapakah diantara keduanya lebih berwewenang menangani guru-guru apakah prosedur kerja yang ditempuh oleh keduanya sama.
John D. McNeil (1982) , menyatakan bahwa terdapat empat pandangan mengenai supervisi ilmiah sebagai berikut :[4]
Pertama, supervisi ilmiah dipandang sebagai kegiatan supervisi yang dipengaruhi oleh berkembangnya manajemen ilmiah dalam dunia industri. Menurut pandangan ini, kekurang berhasilan guru dalam mengajar, harus dilihat dari segi kejelasan pengaturan serta pedoman- pedoman kerja yang disusun untuk guru. Oleh karena itu, melalui pendekatan ini, kegiatan mengajar harus dilandasi oleh penelitian, agar dapat dilakukan perbaikan secara tepat.
Kedua, supervisi ilmiah dipandang sebagai penerapan penelitian ilmiah dan metode pemecahan masalah secara ilmiah bagi penyelesaian permasalahan yang dihadapi guru di dalam mengajar. Supervisor dan guru bersama-sama mengadopsi kebiasaan eksperimen dan mencoba berbagai prosedur baru serta mengamati hasilnya dalam pembelajaran.
Ketiga, supervisi ilmiah dipandang sebagai democratic ideology. Maksudnya setiap penilaian atau judgment terhadap baik buruknya seorang guru dalam mengajar, harus didasarkan pada penelitian dan analisis statistik yang ditemukan dalam action research terhadap problem pembelajaran yang dihadapi oleh guru. Intinya supervisor dan guru harus mengumpulkan data yang cukup dan menarik kesimpulan mengenai problem pengajaran yang dihadapi guru atas dasar data yang dikumpulkan. Hal ini sebagai perwujudan terhadap ideologi demokrasi, di mana seorang guru sangat dihargai keberadaannya, serta supervisor menilai tidak atas dasar opini semata.
Keempat, pandangan tersebut tentunya sampai batas tertentu saat ini masih relevan untuk diterapkan. Pandangan bahwa guru harus memiliki pedoman yang baku dalam mengajar, perlu juga dipertimbangkan. Demikian pula pendapat bahwa guru harus dibiasakan melakukan penelitian untuk memecahkan problem mengajarnya secara ilmiah, dapat pula diadopsi. Pandangan terakhir tentunya harus menjadi landasan sikap supervisor, di mana ia harus mengacu pada data yang cukup untuk menilai dan membina guru.
  •  Supervisi Manusiawi
Pada tahun 1920 banyak protes diajukan terhadap metode dan kurikulum yang di berikan secara otoriter dari para administrator sekolah.  Mereka tidak setuju kalau semua prinsip pendidikan ditentukan sendiri oleh pimpinan.  Hasil studi Hawthrone (Hoy 1979  hal.9) menunjukan sosial para pekerja (guru-guru) yang baik akan meningkatakan keakraban kerja.  Kelompok ini akan membentuk struktur sosial yang informal dengan norma, nilai dan kesensitivannya yang semuanya memberi efek kepada perfomannya.  Para penganut aliran ini tidak setuju memperalat guru untuk mencapai maksud atasan.  Mereka percaya bahwa kepala sekolah, supervisor dan guru-guru bersama mempunyai kemauan dan bertangfungjawab terhadap pengembangan pendidikan. Guru-guru perlu dihormat. Dan hubungan baik secara vertical maupun secara horizontal di sekolah perlu dikembangkan. Dengan demikian diharapkan guru-guru akan lebih berprestasi dan akan berdampak positif bagi peserta didik.
            Tugas supervisor bukanlah mencari undang-undang atau peraturan yang akan dilaksanakan di sekolah serta mengontol guru agar menepati undang-undang itu.  Tugas supervisor bukan menginspeksi guru-guru, melainkan membimbing mereka. Supervisi adalah suatu proses pengembangan kompetensi guru secara maksimum sesuai dengan tingkat kemampuannya, sehingga mencapai tingkat efisiensi kerja yang lebih tinggi.  Mereka di dorong untuk berkembang, mereka dimotivasi untuk berinisitif, mereka diajak berpartisipasi menentukan kebijakan sekolah. Pandangan, pendapat dan pikiran mereka dimanfaatkan.  Dengan demikian tugas supervisor adalah (1) Menciptakan iklim sekolah yang santai dan (2) memperluas partisipasidi kalangan personalia sekolah  (Lucio 1979 hal.11), disamping tugas memperbaiki staf pengajar. Yang di maksud dengan iklim sekolah yang santai suatu iklim yang tidak tegang akibat control yang ketat untuk melaksanakan aturan-aturan sekolah secara tepat,  melainkan suatu bentuk hubungan kerja sama yang fleksibel, dapat berdisiplin bila suasana membutuhkan dan tidak formal bila dikehendaki.
            Model supervisi ini menunjukan adanya kepemimpinan bersama diantara personalia sekolah dengan cara berpartisipasi bersama untuk memajukan pengajaran. Hal ini bisa dicapai dengan efektif, bila ada kemampuan pada masing-masing personalia sekolah untuk menganalis diri sendiri, Syarat ini sulit dicapai mengingat keterbatasan-keterbatasan individu, tidak semua individu mempunyai kemampuan melaksanakan hal itu pada dirinya.
  1. SUPERVISI MASA SEKARANG DAN AKAN DATANG
    1. Supervise masa sekarang  
Supervisi ini mempunyai cirri-ciri dinamis dan demokratis yang merefleksikan vitalitas pemahaman kepemimpinan yang berbobot (Neagly, 1980 hal.1). Lebih jauh karakteristik supervisi modern dikatakan sebagai berikut.[5]
Pertama, menciptakan dan mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf. Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan supervisi.  Sebab supervisi adalah merupakan suatu proses yang menyangkut aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan hubungan yang akrab.
Kedua ialah demokratis, istilah demokratis dikatakan mencerminkan dinamika, dapat mengerti dan memahami, sensitif, dan memegang peranan kepemimpinan.
Ketiga adalah komprensif.  Suatu yang supervisi berlangsung  dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas yang mencangkup beberapa sekolah untuk beberapa sekolah untuk wilayah tertentu. Bentuk  dan isi supervisi untuk tingkat-tingkat sekolah itu tidak boleh berbeda-beda. Kesamaan ini dimaksudkan untuk menj`min kontinuitas kurikulum sekolah dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Hal ini akan memudahkan para siswa mengembangkan diri melalui kurikulum tersebut. Cukup sulit bagi siswa kalau ia sudah biasa belajar dengan cara bervariasi beralih ke cara  yang monoton misalnya. Itulah sebabnya perlu diusahakan kesamaan metode belajar mengajar dari tingkat sekolah yang paling rendah sampai ketingkat yang paling tinggi.
Supervisi yang dinamis ialah supervis yang aktif, kreatif, dan banyak inisiatif dalam melaksanakan fungsinya. Suatu supervisi yang tidak hanya mengamati, mengontrol, mengeritik dan menilai saja tetapi jauh lebih luas dari pada itu.  Supervisi seperti ini ikut merencanakan agar proses belajar memberi hasil yang baik, membantu menciptakan kondisi belajar yang baik, memonitori guru-guru agar tidak sampai terlanjur jauh berbuat salah, mencari sebab sebuah kesalahan, memberi saran dan membimbing. Supervisor tidak hanya mencari kesalahan guru, tidak pula hanya memperbaiki kesalahan guru, tetapi juga berusaha mengadakan preventif agar guru-guru sedikit mungkin berbuat salah.  Hal ini dilakukan dengan bermacam-macam cara sesuai problem yang dihadapi itulah sebabnya mengapa supervisor itu perlu aktif, kreatif dan berinisiatif.[6]
Secara historis mula-mula diterapkan konsep supervisi yang tradisional, yaitu pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam pengertian mencari kesalahan dan menemukan kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki. Perilaku supervisi yang tradisional ini disebut snooper vision, yaitu tugas yang memata-matai untuk menemukan kesalahan. Konsep seperti ini menyebabkan guru-guru menjadi takut dan mereka bekerja dengan tidak baik karena takut dipersalahkan.[7]
Mark  membuat perbandingan supervisi tradisional dengan supervisi modern yang ia kutip dari Burton dan  Brueckner (1978 hal. 12)
 supervisi tradisional adalah (1) meginspeksi, (2) terpusat pada guru , (3) berkunjung dan berdiskusi, (4) perencanaan yang sederhana, (5) memergoki dan otoriter dan (6) biasanya satu orang. Sedangkan supervise modern ialah (1) pragamatis dan menganalisis, (2) terpusat pada tujuan, materi, teknik, guru, siswa, dan lingkungan, (3) melaksanakan beraneka ragam fungsi, (4) Perencanaan dan organisasi yang jelas dengan tujuan yang khas, (5)memotivasi dan bekerja sama, dan oleh orang banyak. Perbandingan ini memperjelas apa yang dimaksud dengan supervise yang bersifat komprehensif. Ini merupakan karakteristik terakhir dari supervise modern menurut pandangan Neagley.
Sergiovani membedakan supervise tradisional dengn supervise tradisonal dengan supervisi modern dari segi perlakuan terhadap personalia sekolah  yang dia sebut sebagai variable perantara (mediating variables). Supervisi tradisional tidak memakai variable ini sealiknya supervise modern menggunakannya dan lebih berhasil.
Ada tiga variable dalam hubungan dengan supervisi pendidikan. Variabel-variabel tersebut ialah variable awal (initiating variables) yang mencangkup:
1.      Supervisor yang memegang referensi untuk teman-temannya, para bawahan dan dirinya sendiri
2.      Pola-pola perilaku administrasi dan supervisi
3.      Elemen-elemen struktur organisasi
4.      Sistem otoritas
5.      Tujuan sekolah dengan pola untuk mencapainya
Variabel kedua ialah variable perantara yang mencangkup:
1.      Sikap guru dan personalia sekolah lainnya terhadap jabatan dan antar hubungan mereka
2.      Tingkat kepuasan bekerja
3.      Komitmen staf terhadap tujuan sekolah
4.      Gambaran tujuan sekolah yang dimiliki oleh guru-guru
5.      Tingkat kesetian guru-guru
6.      Kepercayaan dan keakraban antar personalia sekolah
7.      Kemauan untuk mengontrol kepercayaan trsendiri
8.      Fasilitas untuk berkomunikasi
Variabel yang ketiga ialah variable kesuksesan sekolah yang mencagkup:
1.      Tingkat performan guru-guru dan personalia sekolah lainnya
2.      Tingkat performan para siswa
3.      Tingkat perkembangan dan pertunbuhan para siswa
4.      Peningkatan organisasi personali sekolah
5.      Laju presensi dan absensi staf
6.      Laju absensi dan drop out para siswa
7.      Kualitas hubungan sekolah dengan masyarakat
8.      Kualitas hubungan personalia sekolah
Dikatakan lebih lanjut bahwa supervise trdisional hanya mengejar kesuksesan jangka pendek saja, dengan bertitik tolak pada variable awal tanpa mengihiraukan variable perantara. Itulah sebabnya kesuksesan mudah lenyap sebab semangat pelaksana-pelaksananya mudah memudah.[8]
Menyadari kelemahan supervisi tradisional tersebut, maka supervise modern  meletakan kunci pengeerakanya pada organisasi personaliannya yaitu para pelaksana yang dikatakan sebagai variable perantara, walaupun diakui  bahwa variable ini juga di pengaruhi dan ditentukan oleh variable awal.  Variable yang terdiri dari sikap, kepuasan bekerja, komitmen, kesetiaan dan sebagainya merupakan dasar dedikasi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya di sekolah.
Dari uraian dapat disimpulkan bahwa supervise modern adalah supervise yang memperhatikan antara hunbungan personalia sekolah, menghargai dan menghayati kepribadian, bakat dan kemampuan mereka masing-masing.  Penghargaan dan pengetahuan ini merupakan suatu strategi dalam membina profesi mereka sebagai pendidik, yang dilakukan dengan metode intelegensi praktis yang bersifat demokratis.  Supervisi dilakukan dengan cara komprehensif, yaitu dengan cara menyamakan prinsip-prinsip yang di pakai dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip materi dengan baik secara vertical maupun secara horizontal.
  1. Supervise masa akan datang
Ada beberapa ramalan tentang bagaimana kemungkinan supervisi pada masa yang akan datang. Yang bisa di kemukakan dua macam yang satu meninjau supervisi dari sudut professional guru, sedang lain meninjau dari sudut politik negara.  Atau yang satu melihat kecenderungan supervisi terpusat pada pengembangan profesi pendidik, yang lain melihat kecenderungan itu bertitik pusat pada politik negara.
Kecenderungan-kecenderungan supervisi yang baru dan mungkin yang terus berkembang pada masa akan datang dalam membina para guru disebabkan oleh perkembangan oleh perkembangan ilmu  dan teknologi yang begitu pesat.  Perkembangan seperti ini akan membuat dunia beserta masyarakatnya akan berubah dengan cepat pula.
Untuk mencapai maksud di atas membutuhkan tipe supervisi yang baru (Marks, 1978, h. 94). Supervisi tersebut lebih mememusatkan dari pada pengembangan profesi dan bakat guru serta memanfaatkannya untuk kepentingan kemajuan pendidikan daripada memberi konsultasi langsung kepada guru-guru, membina agar mereka bisa memimpin diri sendiri, tidak bergantung kepada pengarahan dari luar, dan percaya kepada sumber-sumber pendidikan yang diperoleh sendiri. Supervisor juga menanamkan pengertian program sekolah yang baru kepada guru-guru dalam usaha menyiapkan para siswa menghadapi kehidupan yang semakin keras.
Sementara Marks nampak membatasi diri pada dunia pendidikan (1979, h.18) rupanya menghubungkan pendidikan dengan situasi dunia sekarang, khususnya dalam bidang politik, Lucia melihat kecenderungan-kecenderungan sekolah pada masa yang akan datang lebih banyak dikontrol oleh negara. Negara memandang pendidikan merupakan suatu alat yang vital untuk menegakkan serta memajukan nusa dan bangsa. Hal ini memang penting bila dihubungkan dengan situasi dunia yang penuh dengan usaha merebut pengaruh dan persaingan kekuatan di antara dua negara raksasa. Pemerintah memandang perlu untuk mengawasi usaha-usaha sekolah agar anggota masyarakat yang diproduksi mampu mempertahankan kedaulatan negara, berdiri sendiri, dan tidak hanyut oleh pengaruh negara lain.
Bila demikian halnya, maka supervisor akan berada diantara sebagian alat Negara dan dan sebagai professional. Karena itu disarankan peranan supervisor sebagai berikut:
1.      Sebagai perantara dalam menyampaikan minat para siswa, orag tua dan program sekolah kepada pemerintah dn badan-badan lain
2.      Memonitor penggunaan dan hasil-hasil sumber belajar.
3.      Merencanakan program untuk populasi pendidikan yang baru.
4.     Mengembagkan program yang baru untuk jabatan baru yang mungkin muncul
5.      mengkombinasikan program yang di ajukan pemerintah, perdagangan dan industry
6.      menilai dan meningkatkan pengertian gaya kehidupan
7.      Memilih inovasi yang konsisten dengan masa yang akan datang.
Ramalan yang sifatnya menjangkau terlalu jauh kepada masa yang akan datang seringkali tidak tepat.  Pengajaran dengan mesin yang diramalkan pada tahun 1960-an akan menguasai dunia pendidikan, ternyata hal itu tidak terjadi sampai sekarang (Robbins, 1982 hal.152). Oleh sebab itu membuat ramalan dalam bidang supervisi pendidikan, khususnya di Indonesia, tidak perlu menjangkau terlalu kedepan. Cukup setiap awal pelita (pembangunan lima tahun) merumuskan model supervisi yang baru atau diperbaharui berdasarkan  pengalaman-pengalaman yang lampau dan antisipasi satu pelita. Model ini pula dapat di revisi.
  1. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Kesimpulan
Pada abad ke-18 tugas supervisor hanya sebatas mengontrol sekolah apakah sekolah ia sudah melaksanakan aturan  dan standar itu atau belum.  Bila ternyata guru melakukan kekeliruan, supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan bagaimana memperbaiki diri dan kreatif guru juga kurang dihargai.
Pada abad ke-19 tugas para supervisor tidak lagi hanya mengontrol dan mencatat kesalahan guru, dan tidak lagi bersifat otokrasi, melainkan berangsur-angsur memperhatikan individualitas guru.
Pada masa sekarang supervisi lebih berkonsentrasi untuk menciptakan dan mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf. Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan supervisi.  Sebab supervisi merupakan suatu proses yang menyangkut aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan hubungan yang akrab.
Kecenderungan supervisi pada masa yang akan datang dan mungkin yang terus berkembang dalam membina para guru disebabkan oleh perkembangan ilmu  dan teknologi yang begitu pesat.  Perkembangan seperti ini akan membuat dunia beserta masyarakatnya akan berubah dengan cepat pula.
Penutup
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat di jadikan sebagai baha refrensi guna menambah wawasan terkait pendidikan. Semoga bermanfaat.
  1. DAFTAR PUSTAKA
http://makalah-listanti.blogspot.com/2012/05/supervisi-pendidikan,dari-masa-ke-masa.html
Chenlystil.blogspot.com.2011/04/Sejarah perkembangan supervisi pendidikan.
www.wikipedia.co.id
Arikunto, Prof. Dr. Suharsimi.2004. Dasar-Dasar Supervisi. Jakarta : Rineka Cipta.
Sahartian, Prof. Drs. Piet A.2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.



[1] http://chenlystil.blogspot.com/ di unduh hari kamis tgl 1 nov 2012

[3]Fredrick Tylor “Principle Of Scientific Management” (Robins, 1982 hal.36)
[7] Prof. Drs. Piet A Sahartian. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. 2008.Jakarta : Rineka Cipta. Hal 16
[8] Opcit. Prof. Drs. Piet A Sahartian. Hal 35

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar